Love Never Dies : Cinta pada Professi tidak pernah Padam

Sumber : …
Oleh : Jusman Syafii Djamal

Love Never Dies : Cinta pada Professi tidak pernah Padam

Di lingkungan TNI ada ungkapan Old Soldier Never Dies, they just fading away. Pejuang Tua tak pernah gugur, Mereka hanya menyingkir dari arena memberi ruang pengabdian dan dedikasi pada perjuang generasi muda untuk tampil membela Negara Kesatuan Republik Indonesia 17845 dan mengawal menuju cita cita Founding Father. Yang tua Mandeg Pandito. Menjadi “adviser”, menyaksikan bagaimana generasi muda yang pernah dilatih, dididik dan dipimpin nya menjadi jauh lebih baik dari generasi sebelumnya. Jendral, Panglima, Prajurit bisa datang dan pergi ketika pensiun. But Old Soldier Never Dies, Pengabdian pada Bangsa dan Negara, tak pernah akan tenggelam bersama waktu.
Ungkapan ini saya beri bingkai secara berbeda Hari ini. Di Hari Sabtu 25 Maret 2017, saya dan serta Anak Anak dan keluarga lainnya diundang oleh Rektor ITB untuk menghadiri acara penghormatan atas dedikasi dan pengabdian ayah isteri saya Arita, Anak pertama Prof Matthias Aroef. Prof kini berusia 87 tahun.
Ketika saya lahir tahun 1954 Mertua saya baru lulus ITB. Dan tahun 1957 ia lulus dari Cornel University mendapatkan gelar MSc. Kemudian beliau meraih gelar Doktor of Philosophy dibidang Industrial Engineering tahun 1964 dari The Ohio State University Colombus dan Gelar Doktor . beliau juga dapat gelar doktor dalam Economic Planning dari The New School of Political Sciences New York.
Karenanya ketika kembali ke ITB menjadi dosen Mesin Produksi di ITB — dengan izin koleganya — beliau menanam virus Industrial Engineering tahun 1959 selepas lulus Program S2 Cornell University. Kemudian menanam benih pohon disiplin ilmu pengetahuan baru di ITB sekitar tahun 1969 yang diresmikan secara administratif tahun 1971 sebagai jurusan Teknik Industri
Sebagai orang pertama Indonesia yang mendapatkan gelar PhD dalam bidang Industrial Engineering,beliau menanam pohon profesi baru Bernama Teknik Industri di Indonesia. Kini pohon itu telah beranak pinak. Kata Dr Sukoyo yang mewakili komunitas Teknik Industri dalam sambutan nya bilang, saat ini kurang lebih 197 Universitas di Indonesia dari Aceh hingga Papua telah memiliki Fakultas Teknik Industri.
Pohon Industrial Engineering itu juga tumbuh membentuk rangkaian keluarga anak anak pohon berupa jenjang pendidikan Strata Satu, Strata Dua, Strata Tiga, Magister Manajemen Business Teknologi dan juga Sekolah Bisnis Manajemen di ITB.
Atas dedikasi dan rasa cinta pada profesi ini Rektor ITB Prof Kadarsyah yang juga merupakan salah satu murid Prof Matthias Aroef atas usulan dan rekomendasi staff pengajar Teknik Industri, Alumni TI, ITB serta kajian akademis tim adhoc yang dibentuknya sampai pada sebuah Keputusan : Memberikan penghargaan sejenis life time achievement award pada Prof Matthias Aroef dengan memberi nama gedung kuliah dan Labtek III ITB menjadi Gedung Matthias Aroef.
Pak Chappy Hakim yang saya undang sebagai tamu kehormatan keluarga Matthias Aroef berbisik ditelinga Rektor ketika duduk disamping nya selama upacara berlangsung. Di TNI Akademi Angkatan Udara juga ada jurusan Teknik Industri yang disupervisi oleh ITB. Dan beliau menyatakan rasa hormat pada Rektor ITB karena berani mengambil keputusan untuk memberikan penghargaan kepada prof Matthias Aroef sebagai Founding Father Teknik Industri, ketika beliau masih hidup. Memang kata Pak Chappy Indonesia ini memerlukan “a living hero”, orang tua dan panutan bagi generasi muda untuk dijadikan benchmark.
Rektor ITB Prof Kadarsyah adalah generasi muda. Dalam Hall of Fame di Gedung Matthias Aroef yang berisi jajarann foto para Dosen dari Generasi pertama, Generasi kedua, Generasi ketiga dan keempat. Foto beliau ada pada jajaran barisan ketiga. Generasi ketiga staff pengajar Teknologi Industri ITB.
Pidato sambutan beliau kurang lebih diawali begini :”Ketika tahun 1982 saya pertama kali kuliah di Teknik Industri saya bertemu pak Matthias. Ketika itu pak Matthias mengatakan :”Indonesia tidak mungkin tumbuh dan maju sebagai Negara Industri, jika tidak ada Entrepreneur”. Tahun 2016 ketika Prof Kadarsyah bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla, beliau juga bilang :” Kalau Indonesia mau mau maju jangan lupakan peranan Entrepreneur. Tanpa pengusaha dan innovator tak mungkin Indonesia tumbuh berkembang”. Jadi ketika menjadi Rektor ITB, Prof Kadarsyah terinspirasi oleh pesan Pak Matthias, dan saya “kata Kadarsyah” kini sebagai Rektor memiliki visi dan misi untuk mentransformasikan ITB dari Research University manjadi Entrepreneur University”.
Untuk menghadiri acara itu Prof Matthias pagi pagi sekali sudah bangun dari tidurnya. Bersiap untuk pergi. Beliau memang terkenal oleh para mahasiswanya — termasuk saya — sebagai tokoh yang Amat tepat waktu. Mahasiswa nya tentu ingat bagaiamana beliau akan menutup dan mengunci pintu ruang kuliah ketika waktu tepat menunjukkan angka sesuai jadwalnya. Yang terlambat satu menit terpaksa gigit jari. Absen.
Kali ini juga beliau begitu bergairah. Ia bilang :” Jusman saya Hari ini engin ketemu teman lama, dan nostalgia ketempat saya mengajar”. Karenanya saya membawa beliau jam 915 sudah tiba ditempat upacara. Padahal upacara baru berlangsung jam 10 pagi. Yang ada panitia yang dipimpin oleh Dr Tota Simatupang.
Dan ketika turun dari mobil, beliau Amat gembira. Teringat masa lalu ketika beliau datang setiap pagi ke gedung ini mengajar dan bertemu mahasiswanya dengan menyetir Impala Merah yang ia Bawa dari New York.
Para undangan hadir jam 10 . Kebanyakan adalah kolega dan murid murid beliau dari generasi pertama hingga generasi masa kini. Prof Anang Gani, Satria Darsa, Iman Sudirman, Gde Rake, And Achmad , Leksananto, Senator Nur Bahagia, Rully Chairul Azwar, Bakti Santoso, Didit Indracahya , Prof Sularso, Prof Besaari, Prof Joenil Kahar, Ketua MWA Betty Alisyahbana, Prof Dr. Djoko Suharto dan kurang lebih 200 orang lainnya. Dalam acara terlihat suasana penuh keakraban, informality, kekeluargaan khas ITB.
Disini saya merasakan bahía Old Soldier Never Dies sebagai motto berubah menjadi “Love Never Dies”. Kecintaan pada professi, dedikasi pada disiplin ilmu pengetahuan yang dikuasai di Teknik Industri ITB tidak pernah padam. Ada spirit menyala dari generasi muda staff pengajar masa kini untuk terus memperdalam dan mempercanggih khasanah pengetahuan yang akan disemai kedalam fikiran mahasiswanya. Kecintaan untuk menyelami System Engineering, System Logistic, Industrial Engineering dan mata rantai Hulu hilirnya terasa.Ketika kembli kerumah Prof Matthias Aroef tampak lega dan puas. Ia bilang “my mission impossible already accomplished” misi sudah terwujud sesuai rencana, kini generasi muda dosen nya ternyata jauh lebih cerdas, more smarter than me”.
Terimakasih Prof Kadarsyah dan jajaran pimpinan ITB , Guru Besar dan dosen TI ITB serta para alumni yang telah memberikan kesempatan untuk mencatat nama Prof Matthias dipatri secara simbolik kedalam nama sebuah gedung, tempat beliau mengabdi dari sejak tahun 57 hingga pensiun.
Love is never Dies. Cinta ada dedikasi dan pengabdian pada professi yang dipilih dan dedikasi untuk mengabdikan disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai untuk kejayaan Indonesia tak pernah padam.