Artikel Industri : Menyiapkan Pengembangan Mobil Listrik Tanah Air

Menyiapkan Pengembangan Mobil Listrik Tanah Air

Sejak krisis energi pada 1980-an, dunia mulai kembali melirik pengembangan kendaraan hemat konsumsi bahan bakar, termasuk mobil listrik. Kemudian, resesi ekonomi global pada akhir tahun 2000-an membuat banyak produsen otomotif dunia meninggalkan mobil-mobil SUV bermesin besar dan boros, seraya beralih ke mobil-mobil bermesin kecil, hibrida, dan mobil listrik.

Indonesia tidak ketinggalan mengambil bagian dalam memproduksi mobil listrik. Walaupun masih berupa purwarupa, mobil listrik buatan anak bangsa cukup menjanjikan. Sejalan dengan perkembangan ke depan itu, pemerintah kini tengah menyusun regulasi untuk mendukung pengembangan mobil rendah emisi dan mobil listrik di tanah air.

Regulasi pemerintah tentang mobil listrik dan motor listrik, yang berada di bawah program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV), akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pernah mengungkapkan, salah satu kunci pengembangan mobil listrik terletak pada teknologi energy saving, yaitu penggunaan baterai. Dan, menurutnya, Indonesia kaya dengan sumber bahan baku untuk komponen baterai mobil listrik tersrebut yaitu nikel murni dan kobalt.

Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf menyoroti terkait stasiun pengisian baterai. Menurutnya, penerapan kendaraan listrik harus diimbangi pula dengan peningkatan jumlah pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan.

Persoalan kesiapan terhadap energi terbarukan menjadi penting, jika pembangkit listrik masih menggunakan energi fosil semacam batu bara maka efek polusi tak bisa dihindarkan, menurut Sonny, jika belum sukses mengembangkan energi terbarukan khususnya listriknya itu, maka tidak banyak efek positif untuk mengurangi emisi.

Saat ini, masih ada beberapa hal penting yang masih jadi pembahasan dalam regulasi itu. Salah satunya adalah, mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada kendaraan listrik dalam Perpres itu. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, mengungkapkan, pihaknya menginginkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang sudah ada pada industri kendaraan bermotor di dalam negeri dapat tetap dipertahankan.

Ia juga tidak ingin industri-industri komponen yang terkait dengan kendaraan bermotor baik roda empat dan dua yang ada saat ini tidak digunakan. “Padahal, para pelaku usaha industri pendukung tersebut memiliki kemampuan menjanjikan,” kata Putu di Jakarta.

Selain TKDN, Kemenperin masih menangkap definisi kendaraan listrik yang tertera dalam rancangan Perpres tersebut adalah kendaraan listrik murni dengan baterai. Padahal, lanjutnya kendaraan listrik dalam definisi Kemenperin mencakup plug in hybrid electric vehicle, hybrid, electric vehicle atau mobil listrik, dan fuel cell.

Selain itu, Putu menambahkan, bahwa Kemenperin tidak menginginkan adanya pembatasan atau waktu akhir produksi kendaraan bermotor konvensional. Pihaknya lebih ingin melakukan pengembangan mobil listrik dengan memberikan insentif, bukan dengan memberi pembatasan pada industri mobil bermotor konvensional.

Sementara itu, pelaku industri otomotif mengharapkan regulasi LCEV ini dapat mempersiapkan mobil listrik untuk berkembang dan bersaing di pasar Indonesia secara alami. “Pemerintah jangan membatasi produksi mobil combustion engine, misalnya di tahun 2040. Jangan mematikan industri (otomotif) yang sudah ada,” ucap Ketua UMUM Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Yohannes Nangoi di sela-sela acara jumpa pers jelang gelaran Gaikindo Indonesia Internasional Auto Show (GIIAS) 2018, Selasa, 22 Mei 2018 lalu di jakarta…

Selengkapnya dapat dibaca disini (source) :
http://www.kemenperin.go.id/artikel/…