Artikel Industri : Investasi Mengalir di Bisnis Air Minum

Investasi Mengalir di Bisnis Air Minum

Jakarta — Potensi bisnis air minum dalam kemasan dinilai masih besar sehingga investasi terus mengalir ke segmen ini. Namun, kehadiran undang-undang sumber daya air dinilai dapat mengganggu iklim bisnis ke depan.

Abdul Rochim, Direktur Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, menuturkan bahwa secara pertumbuhan, industri minuman domestik sepanjang Januari—September 2018 mencatatkan pertumbuhan dua digit sebesar 10,19%.

Jenis produk air minum dalam kemasan (AMDK) mendominasi pangsa pasar industri minuman. “Saat ini, pangsa pasar industri AMDK terhadap industri minuman mencapai 84% sehingga peluang bisnis AMDK masih besar,” ujarnya, Kamis (17/1).

Salah satu investasi yang baru masuk adalah Orang Tua Group dengan merek Crystalline. Selain itu, salah satu badan usaha milik negara (BUMN), PT Indra Karya (Persero), juga menyasar industri AMDK dengan membangun pabrik di Surabaya dan menggandeng PT Pelindo Energi Logistik dan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).

Pertumbuhan bisnis sektor ini, lanjut Rochim, bisa lebih besar pada 2019 dengan adanya momen pesta demokrasi pemilihan

presiden dan pemilihan legislatif.

Momen ini diyakini oleh regulator maupun pelaku industri bakal mendongkrak konsumsi AMDK setahun ke depan. Dengan bertambahnya pemain di bisnis AMDK, Rochim menilai persaingan di pasar akan cukup padat. “Terutama untuk merek-merek baru yang masuk ke pasar. Mereka akan berkompetisi di harga produk,” kata Rochim.

Asosiasi pengusaha minuman juga menilai industri AMDK masih atraktif, salah satunya ditandai dengan aksi korporasi yang dilakukan salah satu produsen baru-baru ini.

PT Sariguna Primatirta Tbk., produsen AMDK yang berbasis di Jawa Timur, mengakuisisi merek Super O2 serta membeli aset produksi air minum dari PT Triusaha Mitraraharja (Tudung Group). Aset produksi air minum yang diakuisisi berupa mesin dan peralatan serta aset terkait lainnya dengan kapasitas 20 juta liter air minum per tahun.

MASIH MENARIK

Rachmat Hidayat, Ketua Asosiasi Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), menilai keputusan untuk akuisisi tersebut menyiratkan ada optimisme dari pelaku industri AMDK. “Ini salah satu tanda bahwa industri AMDK masih atraktif,” ujarnya, Rabu (16/1).

Permintaan produk AMDK dalam negeri saat ini cukup baik dibandingkan dengan produk minuman lainnya. Rachmat mengharapkan supaya pemerintah bisa memberi kebijakan yang kondusif bagi industri AMDK.

Dia menjelaskan, Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas rancangan undang-undang (RUU) sumber daya air yang beberapa poinnya dinilai menghambat industri AMDK.

Salah satunya adalah pengelolaan sumber daya air harus melalui kerja sama dengan BUMN, badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik desa (BUMDes). “Artinya, ini akuisisi oleh negara [melalui paksaan undang-undang]. Itu nasionalisasi.

Dalam draf RUU SDA Pasal 51 ayat 1 menyamakan bisnis AMDK dengan air pipa sehingga harus diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, atau BUMDes,” kata Rachmat.

Dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang berlaku, nasionalisasi hanya dapat dilaksanakan jika keadaan memaksa dan harus dilakukan dengan harga pasar. Selain itu, perusahaan dapat menolak dengan membawa permasalahan ke arbitrase internasional.

“Apa pemerintah mau berurusan arbritrase dengan 900 perusahaan AMDK? Kalau perusahaan bersedia akuisisi, apa ada uangnya?” katanya.

Rachmat mengatakan, saat ini volume bisnis air minum mencapai kurang lebih Rp50 triliun per tahun. Dengan valuasi wajar yang biasa digunakan 12 kali, pemerintah harus merogoh kocek Rp600 triliun untuk melakukan akuisisi terhadap seluruh perusahaan AMDK.

“Sekarang pertanyaannya apa uangnya ada? Bukankah uang sebanyak itu lebih baik digunakan untuk membangun infrastruktur air pipa yang sekarang baru 30%,” katanya.

Menurutnya, sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan China tidak mengatur bisnis AMDK seperti yang tercantum dalam RUU SDA tersebut.

Dia menuturkan, kehadiran swasta tetap perlu diatur dan tidak diberikan kebebasan seluas-luasnya. Namun, pengaturan tersebut diharapkan tidak sampai mengganggu iklim bisnis.

Pihaknya mengharapkan rancangan UU tersebut disesuaikan sehingga dapat memberi iklim bisnis yang lebih kondusif. “Kami menunggu ini.”

Pada tahun ini, diperkirakan permintaan bisa tumbuh sebesar 10% dengan harapan pada pergelaran pesta demokrasi, puasa, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Pabrikan AMDK, lanjut Rachmat, tidak melakukan persiapan khusus untuk menghadapi kenaikan permintaan tahun ini…

Selengkapnya dapat dibaca disini (Source) :
http://www.kemenperin.go.id/artikel/…